Lagi-lagi Kau memaksaku bermimpi
Merangkai sendiri.
Sering aku berteriak
Seperti orang gila
Kau hanya berbalik
Lalu, tak mengenaliku
Mungkin saja aku sudah tak terlihat
Tapi, rohku masih di jasad
Atau kita memang sudah berbeda alam?
Kau tegak di puncak gunung
Aku tersungkur di tepi pantai
Kupu-kupu datang padamu
Berbisik, aku tak lagi baik
Kura-kura menghampiriku
Berkata dengan lantang
Kau selalu berharga
Mimpi buruk,
Kau tetap saja membuatku terjaga
Memasungku dalam ruang sempit.
------------
Mimpi Buruk
Minggu, 27 Januari 2013
Hapus Bintang
Jumat, 25 Januari 2013
Ambil warna biru, katanya.
Malam pekat bertabur kerlap-kerlip
Gesekkan kuas ke langit hitam
Menanti esok terlalu lama
Hapuskan bintang,
Malam pekat bertabur kerlap-kerlip
Gesekkan kuas ke langit hitam
Menanti esok terlalu lama
Hapuskan bintang,
Pada Akhirnya
Bisanya meliuk-liuk
Mengikat aliran darah
Sesak. Tetap saja sajak kutuliskan
Semakin beracun, beradu pula jemari makin lahap
Sakit. Tawa itu makin riuh
Pada akhirnya,
..........
25 Januari 2013
Mengikat aliran darah
Sesak. Tetap saja sajak kutuliskan
Semakin beracun, beradu pula jemari makin lahap
Sakit. Tawa itu makin riuh
Pada akhirnya,
..........
25 Januari 2013
Pintu Itu
Kali ini melengkung
Berderet membentuk setengah lingkaran.
Tepatnya,
Tak lagi lurus.
Pintu yang mana
Kutarik ketapel, kali ini bukan panah
Roket berputar.
Pertahanan rapuh
Bila saja sejajar, akan kuhentakkan rudal
Berderet membentuk setengah lingkaran.
Tepatnya,
Tak lagi lurus.
Pintu yang mana
Kutarik ketapel, kali ini bukan panah
Roket berputar.
Pertahanan rapuh
Bila saja sejajar, akan kuhentakkan rudal
Takdir Terakhir “Selamat Tinggal”
Kamis, 24 Januari 2013
Kau muram, berduka?
Tapi, tidak.
Gelak tawa membakar wajahnya yang masam
Masih berputar, menanti penghujung
Yang lain menari-nari
Menikmati bisikan lembut
Hinggah letih, kemudian
Menjemputnya lagi di ufuk barat
Bersambung dengan dentuman
Awalnya membawa satu persatu
Lalu, habis… berakhir tanpa sisa
Porak-poranda. Sia-siakah? Atau bahagia?
*Fajar (Kolom Puisi)
SINOPSIS: SWADES dan Cerita Tentangnya
Sabtu, 12 Januari 2013
Sedikit
tidak banyak Saya ingin menuliskan tentang satu hal. Saat yang lain terlelap.
Film itu betul-betul membuat saya tidak tidur hingga menjelang subuh. Bukan hanya
karena durasinya yang panjang. Tapi sungguh, film ini benar-benar menarik.
SWADES. Film itu telah berhasil membuat saya melek sampai dini hari.
Saya
menyukainya, seperti halnya ketika Saya menuliskan namanya Shahrukh Khan. Sama
seperti kebanyakan filmnya yang lain. Dia selalu saja membuat saya
terkagum-kagum. Dan ikut terbawa alur cerita yang dia mainkan.
Swades
is a nice film. Kalimat itulah yang Saya tuliskan di akun twitter saya. Bukan
hanya karena dia. Lelaki yang bisa memutar logika Saya tentang dunia film. Dan
realitanya film India. Dia bukan hanya memiliki karakter tapi mampu
mengkarakterkan film-filmnya. Ok. Kembali ke film. Swades betul-betul film yang
mengesankan buat saya saat ini.
Berkisah
tentang seorang pemuda India yang bekerja di NASA. Konflik terjadi ketika dia
memutuskan untuk kembali ke India mencari wanita yang pernah mengasuhnya sejak
kecil ketika ayah dan ibunya masih hidup. Baginya wanita itu adalah ibu kedua
untuknya. Dia berniat untuk membawa wanita itu tinggal bersamanya di Amerika.
Namun, kenyataan berbeda terjadi setibanya di India, dia
menuju ke sebuah desa tempat dimana ibu keduanya itu menetap. Di desa tersebut banyak
hal dan pelajaran yang dia lalui. Dia melihat suatu kondisi yang
memperihatinkan terjadi di negaranya. Berbeda halnya di Amerika. Orang-orang di
negaranya (India) merasa bangga dengan kebudayaan yang mereka miliki namun kurang
memahami arti pendidikan dan kemajuan bagi generasinya. Kasta salah satu yang
menjadi singgungan dalam film ini. Selain itu sorotan terhadap kemiskinan di
belahan daerah di India menjadi sesuatu sangat menarik, mebuat saya teringat dengan keadaan Indonesia saat ini.
Mohan begitulah dia disebut dalam film Swades. Mohan melakukan
banyak perubahan di desa itu. Tapi, NASA memanggilnya kembali untuk
menyelesaikan proyek besarnya di Amerika yaitu sebuah satelit.
Mohan
merasa berat meninggalkan India bukan hanya karena Khavariamma (wanita tua yang
sangat dirindukannya) yang memutuskan untuk tidak ikut bersamanya ke Amerika, tapi karena dia juga bertemu dengan sosok gadis cantik
bernama Gita. Seorang pengajar pada sekolah yang ada di desa tersebut.
Setelah
proyeknya dengan NASA berhasil dia memutuskan untuk kembali ke India bukan hanya karena kecintaannya pada
Khavariamma, kecintaannya kepada gadis yang bernama Gita, tapi terlebih karena kecintaannya kepada negaranya.
Film
Swades ini mengajarkan banyak hal di antaranya Knowlidge, Education,
Nasionalism, politic, Love, HAM dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, tonton filmnya, temukan konflik yang komplit (bukan sekedar film India) dan saksikanlah kisah drama yang unik. Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Di jamin seru!
Lupa
Senin, 07 Januari 2013
Malam di tengah derasnya hujan menjemput rentah
Baru saja kalap dengan emosi..
Melahap segala apa yang ada dihadapan
Bukannya aku marah
Aku hanya mencari sedikit tawa dan kebahagian
Tapi titik hitam membuyarkan segalanya
Kala harap tak bisa dipenuhi
Bukan aku kecewa dengan kekurangan
Tapi aku muak dengan usaha
Ah, manusia memang tak ada puasnya
Begitu pun aku
Saat keingingan tak terwujud
Aku selalu saja menghakimi
Menghukum dengan serentetan kata
Membenci dengan sederet prasangka
Aku lupa, tak ingat dengan semua yang telah lalu
Engkau dengan segala apa untukku
#Lupa, masih saja dengan lupa
Baru saja kalap dengan emosi..
Melahap segala apa yang ada dihadapan
Bukannya aku marah
Aku hanya mencari sedikit tawa dan kebahagian
Tapi titik hitam membuyarkan segalanya
Kala harap tak bisa dipenuhi
Bukan aku kecewa dengan kekurangan
Tapi aku muak dengan usaha
Ah, manusia memang tak ada puasnya
Begitu pun aku
Saat keingingan tak terwujud
Aku selalu saja menghakimi
Menghukum dengan serentetan kata
Membenci dengan sederet prasangka
Aku lupa, tak ingat dengan semua yang telah lalu
Engkau dengan segala apa untukku
#Lupa, masih saja dengan lupa
Puisi Rusak
Kamis, 03 Januari 2013
Selesai.
Puisi itu telah mendapat tempatnya
sekarang
Bukan aku sengaja menepikan
Tapi Kau yang meminta.
Kala bait-bait itu telah berjejer
membentuknya
Kemudian kucoret lagi..
Bait pertama, dua bait, tiga bait..
Habis..
Seperti habisnya kata-kataku
Kau telah jauh, kembali dan bertanya
Itu untukku?
Yah, memang untukmu!
Dan
Kau tahu, kosong
Tersisa
kertas kosong
Seperti
kosongnya hatimu
Bisakah Kau menyusunnya lagi?
Seprtinya tidak akan pernah, Aku
bahkan lupa siapa dirimu
Hilang ingatan? Layaknya do’amu
dahulu
Mungkin. Tapi,
Aku hanya ingat kalimat ini
“Jangan
berbahasa sastra padaku karena aku tak mengerti”
Langganan:
Postingan (Atom)