Serpihan hidup, menguak satu hal bahwa kita tak selalu berada dalam zona yang indah. Kita seringkali menyusun serentetan masa depan sempurna. Namun, terhentak ketika apa yang hendak di halau jauh dari kenyataan. Sadar atau tidak sadar merasa terpuruk dan merasa bahwa diri jauh dari sesuatu yang baik.
Mengeluh, merasa jadi orang yang paling tidak berguna. Dipenjara ketidakpuasan. Tidak munafik, setiap orang pasti pernah merasakan. Tapi, rendah hati bukan berarti rendah diri, bukan?! Setiap orang punya jalannya masing-masing. Kesuksesan dan pencapaian tergantung dari ukuran kita sendiri. Apakah yang baik harus selalu nampak baik? Apakah yang indah selalu nampak indah? Apakah memilih baik dimata kita atau baik dimata orang lain? (bertanya pada diri). Sebaik-baik hal adalah baik di hadapan Tuhan.
Teringat satu kalimat dari seseorang "tidak ada kata gagal, setiap hal yang ingin dicapai telah mencapai kesuksesannya, tergantung dari prosesnya. Hanya saja belum sampai pada kesuksesan yang diharapkan. Jika demikian, mari kembali intropeksi. Apa yang salah dari proses dan langkah sehingga tidak sampai pada hasil yang diharapkan?"
Setiap proses telah mencapai kesuksesannya. Jika tidak sesuai harapan berarti ada yang salah dari proses. Setiap manusia punya potensi. Terkadang kita terlalu sering berada dilingkaran munafik. Selalu mengukur keberhasilan dari kacamata kesuksesan padahal sebaik-baik manusia ialah manusia yang bermanfaat untuk manusia yang lainnya. Kita jatuh, bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita tidak nampak, bukan berarti kita tidak berarti. Tentunya setiap manusia mengingankan kebaikan, kebaikan dengan perjuangan, bukan kebaikan dengan keluhan.
-Bicara dan binasa atau diam dan menghentak-
#sepasangmata
.jpg)
.jpg)
